MAKALAH PENDIDIKAN
AGAMA KRISTEN
“Budaya”
Disusun Oleh :
- Lulus Edy Hermawan (292011001)
- Nofi Putri Ari Wijayanti (292011121)
- Lena Puspito Rini (292011382)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2012
KATA PENGANTAR
Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya dipegang teguh, dipelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sesuai dengan kepibadian bangsanya. Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal daridaerahnya sendiri. Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan sebuah kekayaan bangsa yang bernilai tinggi yang perlu dijaga kelestarian dan keberadaannya oleh setiap individu di masyarakat. Padaumumnya mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalamnya. Besar harapan kami dengan dibuatnya makalah yang berjudul Budaya ini menjadi salah satu sarana agar masyarakat menyadari betapa berharganya sebuah kebudayaan bagi suatu bangs, yang akhirnya akan membuat masyarakat menjadi merasa bangga terhadap budaya daerahnya sendiri.
Salatiga, 14 Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………………………… 2
1.3 Batasan Masalah ……………………………………………………………… 2
BAB II ISI ……………………………………………………………………………. 3
2.1 Budaya Akademik ………………………………………………………….. 3
a. Pengetahuan Budaya Akademik ……………………………………….. 3
b. Pembahasan Tentang Budaya akademik …………………………….. 4
c. Prinsip Dasar Budaya Akademik atau
Standar Suasana Akademik ………………………………………………. 6
d. Meningkatkan Budaya Akademik / SDM Mahasiswa ……………. 7
e. Kesadaran Kritis dan Budaya Akademik ……………………………. 7
2.2 Etos Kerja ……………………………………………………………………… 9
a. Pengartian Etos Kerja ………………………………………………………. 9
b. Konsep Kerja Dalam Agama …………………………………………….. 10
c.. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja …………………………………………… 11
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….. 12
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 12
5.2 Saran …………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya merupakan sesuatu yang berpangakal dari manusia, sebagai insan yang diciptakan Tuhan memiliki kemampuan ‘akal budi’ sebagai salah satu yang membedakan manusia dengan makluk ciptaan lainya. Sebagai makhluk yang memiliki akal budi itulah yang menyebabkan manusia sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu menyadari dirinya dan memiliki daya kreasi inovasi. Hakekat akal budi dan tanggung jawab memiliki hubungan yang sangat erat , seperti hak dan kewajiban yang sama-sama saling melengkapi, Akal budi pada satu sisi adalah hak yang berasal dari karunia tuhan untuk melaksanakan tanggung jawab, oleh karena itu akal budi tidak boleh diartikan sebagai hak yang bisa dipergunakan semau-maunya, malainkan hak dalam hal ini untuk melaksanakan kewajiban memenuhi panggilan untuk menjaga dan melestarikan ciptaanya.
Dunia perguruan tinggi yang dikenal sebagai komunitas yang senantiasa menjunjung tinggi obyektifitas, kebenaran ilmiah dan keterbukaan mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai jawaban dari permasalahan yang muncul di masyarakat dengan metode yang modern. Ilmu pengatahun sendiri merupakan pengetahuan yang sistematik, rasional, empiris, umum dan komulatif yang dihasilkan oleh akal pikiran manusia yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Tugas ini menjadi penting karena merupakan bagian dari pelaksanaan “Tri Dharma” perguruan tinggi. Dan menjadi lebih penting karena ada 3 fungsi ilmu pengetahuan yang sangat terkait dengan kelangsungan dan kemaslahatan hidup orang banyak, yaitu fungsi eksplanatif (menerangkan gejala atau problem), prediktif (meramalkan kejadian atau efek gejala) dan control (mengendalikan atau mengawal perubahan yang terjadi di masa datang).
Untuk dapat mewujudkan “Tri Dharma” dalam perguruan tinggi sangatlah sulit dan memungkinan untuk gagal pun sangat besar, dan untuk mewujudkan ke tiga fungsi itu berjalan dengan baik dibutuhkan etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan Mahasiswa dalam merintis karier di kehidupan bermasyarakat. Namun Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Untuk itu mahasiswa harus memiliki internal being yang mampu merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja akan menetapkan etos kerja seseorang.
Dalam makalah ini, kelompok kami akan membahas lebih jauh tentang Budaya Akademik menurut Agama dan Etos Kerja menurut Agama.
1.2 Tujuan
Melalui makalah ini, kami berharap dapat berbagi pengetahuan tentang Budaya Akademik dan Budaya Etos Kerja menurut agama sehingga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bacaan alternatif bagi mahasiswa yang ingin menambah pengetahuan tentang pandangan agama terhadap beberapa budaya.
1.3 Batasan Masalah
Karena keterbatasan dalam materi serta informasi yang didapat, maka makalah ini dititik beratkan hanya pada pengertian budaya, serta pandangan Agama terhadap beberapa budaya seperti budaya akademik dan etos kerja.
BAB II
BUDAYA AKADEMIK DAN ETOS KERJA
2.1 Budaya Akademik
- a. Pengertian Budaya Akademik.
Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural yang bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas.Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak maju bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan tentang kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung oleh pihak-pihak yang saling terkait, memiliki komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan budaya akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut. Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi. Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses belajar dan latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari ataupun tidak. Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan IPTEK dan budaya dalam pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan untuk perubahan tersebut.
- Berarti budaya akademik :
1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang studi dan keahlian (disiplin ilmu).
2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan Tinggi) yaitu:
– Akademi
– Universitas
– Sekolah Tinggi
– Institut, dll
3. Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian, Penemuan dan sebagainya secara ilmiah.
4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat atau Perguruan Tinggi yang mendorong mahasiswa melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).
- b. Pembahasan Tentang Budaya Akademik
Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang di Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam pendapat di antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik.
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar responden adalah budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan obyektif oleh warga masyarakat yang akademik. Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya :
(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif
(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral
(3) kebiasaan membaca
(4) penambahan ilmu dan wawasan
(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat
(6) penulisan artikel, makalah, buku
(7) diskusi ilmiah
(8) proses belajar-mengajar, dan
(9) manajemen perguruan tinggi yang baik
2) Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa, menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi lama, terutama dalam paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.
3) Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang responden adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis.
Kebebasan Akademik mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik, tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan.
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto. Kini kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai pada pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat. Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat. Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :
(1) penerbitan buku tertentu
(2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan
(3) pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau Negara
- c. Prinsip Dasar Budaya Akademik atau Standar Suasana Akademik Yang Kondusif.
1. Prinsip kebebasan berfikir (kebebasan dalam ilmiah)
2. Prinsip kebebasan berpendapat
Prinsip kebebasan mimbar akademik yang dinamis, terbuka dan ilmiah, sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam implementasinya :
- Harus dibangun suasana akademik dengan prinsip :
- Interaksi mahasiswa dengan dosen harus dalam bentuk mitra bukan dalam bentuk in-loco parentis (Dosen otoritas, superior, Mahasiswa kerdil dan tidak ada apa-apa).
- Secara bersama-sama dosen dan mahasiswa punya hak yang sama dalam keilmuan dan penelitian, diciptakan secara terencana, sistematis, kontinu, terbuka, objektif, ilmiah.
- Harus diciptakan suasana Perguruan Tinggi yang kondusif yang dapat memberikan ketenangan, kenyamanan, keamanan dalam proses belajar mengajar (kegiatan akademik).
- Visi dan misi Perguruan Tinggi yang khas spesifik sampai eksklusif.
- Mengarah kepada prinsip-prinsip good govermance sesuai dengan kebutuhan use, stakeholders.
- d. Meningkatkan Budaya Akademik / SDM Mahasiswa
- Menitik beratkan pada Plan, Do, Check, Action (PDCA)
- Plan = rencana yang tepat, matang dalam setiap aktifitas proses belajar mengajar
- Do = dilaksanakan secara optimal, maksimal dan berkesinambungan
- Check = ada upaya komperatif, sinergi dan sinkronisasi yang diinginkan dan tujuan
- Action = ada evaluasi dan gambaran yang logis, ilmiah sehingga dijadikan tolak ukur keberhasilan dan kegagalan.
- Adanya Interaksi kegiatan kurikuler yang terstruktur tepat, baik pada beban kurikulum dan jumlah serta bobot SKS mata kuliah.
- Model manajemen yang baik dan terstruktur yang mampu mensinkronisasikan antara tujuan pribadi (mahasiswa) dengan visi, misi dan tujuan Perguruan Tinggi, pangsa pasar.
- Tersedianya sarana, prasarana dan sumber daya (dosen, karyawan) yang memadai.
- e. Kesadaran Kritis Dan Budaya Akademik
Merujuk pada redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan akademis untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya. Sedangkan secara harfiah, mahasiswa” terdiri dari dua kata, yaitu Maha yang berarti tinggi dan Siswa yang berarti subyek pembelajar sebagaimana pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah etimologis menjelaskan pengertian mahasiswa sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/ universitas.
Namun jika kita memaknai mahasiswa sebagai subyek pembelajar saja, amatlah sempit sebab meski diikat oleh suatu definisi study, akan tetapi mengalami perluasan makna mengenai eksistensi dan peran yang dimainkan dirinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, mahasiswa tidak lagi diartikan hanya sebatas subyek pembelajar (study), akan tetapi ikut mengisi definisi learning. Mahasiswa adalah seorang pembelajar yang tidak hanya duduk di bangku kuliah kemudian mendengarkan tausiyah dosen, lalu setelah itu pulang dan menghapal di rumah untuk menghadapi ujian tengah semester atau Ujian Akhir semester. Mahasiswa dituntut untuk menjadi seorang simbol pembaharu dan inisiator perjuangan yang respect dan tanggap terhadap isu-isu sosial serta permasalahan umat manusia.
Apabila kita melakukan kilas balik, melihat sejarah, peran mahasiswa acapkali mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari penjajahan hingga kini masa reformasi. Mahasiswa bukan hanya menggendong tas yang berisi buku, tapi mahasiswa turut angkat senjata demi kedaulatan bangsa Indonesia. Dan telah menjadi rahasia umum, bahwasanya mahasiswa lah yang menjadi pelopor restrukturisasi tampuk kepemimpinan NKRI pada saat reformasi 1998. Peran yang diberikan mahasiswa begitu dahsyat, sehingga sendi-sendi bangsa yang telah rapuh, tidak lagi bisa ditutup-tutupi oleh rezim dengan status quonya, tetapi bisa dibongkar dan dihancurkan oleh Mahasiswa.
Mencermati alunan sejarah bangsa Indonesia, hingga kini tidak terlepas dari peran mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa dapat dikategorikan sebagai Agent of social change (Istilah August comte) yaitu perubah dan pelopor ke arah perbaikan suatu bangsa. Kendatipun demikian, paradigma semacam ini belumlah menjadi kesepakatan bersama antar mahasiswa (Plat form ), sebab masih ada sebagian madzhab mahasiswa yang apriori ( cuek ) terhadap eksistensi dirinya sebagai seorang mahasiswa, bahkan ia tak mau tahu menahu tentang keadaan sekitar lingkungan masyarakat ataupun sekitar lingkungan kampusnya sendiri. Yang terpenting buat mereka adalah duduk dibangku kuliah menjadi kambing conge dosen, lantas pulang duluan ke rumah.
Inikah mahasiswa ? Padahal, mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis, logis, berkemauan tinggi, respect dan tanggap terhadap permasalahan umat dan bangsa, mau bekerja keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian yang tinggi) untuk menyatakan kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat serta spiritualis dan konsisten dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ketauhidan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar gelar akademis atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan mendapat penghargaan cumlaude, lebih dari itu mahasiswa harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau paling tidak dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu kemauan untuk mengembangkan civitas/ perguruan tinggi dimana ia kuliah. Misalnya dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu Organisasi intra kampus ( BEM dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada pembangunan bangsa.
2.2 Etos Kerja
a. Pengertian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat .
Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.
Secara terminologis kata etos adalah yang mengalami perubahan makna yang meluas.
Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu:
- Suatu aturan umum atau cara hidup
- Suatu tatanan aturan perilaku.
- Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .
Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif. Dan etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya .
Maka, Etos berarti watak atau karakter seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau cita-cita.
Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilai nilai yang berdimensi transenden.
Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high Performance) .
Dengan demikian adanya etos kerja pada diri seseorang Mahasiswa akan lahir semangat untuk menjalankan perkuliahan dengan sungguh-sungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal maka hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan etos kerja tersebut jaminan keberhasilan seorang mahasiswa akan didapat secara optimal baik secara nilai akdemik maupun keberhasilan dalam bermasyarakat nantinya.
b. Konsep Kerja menurut Pandangan Agama
Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Dengan itu, sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat penting serta patut untuk diberi perhatian. Amalan atau pekerjaan yang demikian selain memperoleh keberkahan serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting yaitu merupakan jalan atau tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di akhirat kelak, apakah masuk golongan ahli syurga atau sebaliknya.
Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang berkerja adalah mereka yang menyumbangkan jiwa dan enaganya untuk kebaikan diribukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang berkerja adalah mereka yang menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan negara tanpa menyusahkan orang lain.
Dalam alkitab disebutkan tentang kekeluargaan, yang berbunyi :
“Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,” (Amsal 6:23), oleh sebab itu “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Amsal 22:6).
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi :
“Bahwa setiap amal itu bergantung pada niat, dan setiap individu itu dihitung berdasarkan apa yang diniatkannya”
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
“Binasalah orang-orang Islam kecuali mereka yang berilmu. Maka binasalah golongan berilmu, kecuali mereka yang beramal dengan ilmu mereka. Dan binasalah golongan yang beramal dengan ilmu mereka kecuali mereka yang ikhlas. Sesungguhnya golongan yang ikhlas ini juga masih dalam keadaan bahaya yang amat besar”
Dalam firman tuhan dan hadist diatas sudah cukup menjelaskan betapa niat yang disertai dengankeikhlasanitulah inti sebenarnya dalam kehidupan dan pekerjaan manusia. Alangkah baiknya orang yang beriman, dapat bergerak dan bekerja dengan tekun dan mempunyaitujuan yang satu, yaitu mengasihi tuhan, sesama manusia, dan diri kita sendiri. Dari situlah akan lahir nilai keberkahan yangsebenarnya dalam kehidupan yang penuh dengan curahan rahmat dan nikmat yangbanyak dari Allah.
- a. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja
Secara umum, Etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
- Pendorang timbulnya perbuatan.
- Penggairah dalam aktivitas.
- Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. Kerja memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah karakter seseorang atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita.
Nilai kerja dalam Agama dapat diketahui dari tujuan hidup manusia yang kebahagiaan hidup di dunia untuk akhirat, kebahagian hidup di akhirat adalah kebahagiaan sejati, kekal untuk lebih dari kehidupan dunia, sementara kehidupan di dunia dinyatakan sebagai permainan, perhiasan lading yang dapat membuat lalai terhadap kehidupan di akhirat. Manusia sebelum mencapai akhirat harus melewati dunia sebagai tempat hidup manusia untuk sebagai tempat untuk mancari kebahagiaan di akhirat. Ahli-ahli Tasawuf mengatakan: “Untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, manusia harus mempunyai bekal di dunia dan di manapun manusia menginginkan kebahagiaan”.
Manusia berbeda-beda dalam mengukur kebahagiaan, ada yang mengukur banyaknya harta, kedudukan, jabatan, wanita, pengetahuan dan lain-lain. Yang kenyataannya keadaan-keadaan lahiriah tersebut tidak pernah memuaskan jiwa manusia, bahkan justru dapat menyengsarakannya. Jadi dianjurkan di dunia tapi tidak melupakan kehidupan akhirat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal.
- a. Pandangan Agama terhadap Budaya :
- 1. Budaya Akademik
Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari adalah memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Tuhan.
- 2. Etos Kerja
Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam pandangan Agama, etos kerja betujuan untuk dua hal :
- Mengasihi Sesama Manusia dan Mengasihi Tuhan
- Karakteristik pekerjaan mendatang,Berbagai trend telah memperlihatkan bahwa bentuk pekerjaan mendatang tak hanya mengandalkan fisik tetapi juga otak Agama sudah mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir, membandingkan dan menggunakan akal dalam menghayati kehidupan dan mengarungi samudera kehidupan.
3.2 Saran – saran
- Diharapkan dengan pembuatan makalah ini, pengetahuan yang dimiliki oleh penulis maupun para mahasiswa dapat bertambah luas tentang Pandangan Budaya Menurut Agama terutama Budaya Akademik, Etos kerja, Sikap Terbuka dan Adil, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mempelajari dan memahami mata kuliah ini.
- Sebaiknya para mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini lebih memperdalam pengetahuannya, karena dasar yang kokoh sangat penting untuk hasil yang maksimal di mata kuliah ini kedepannya nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Pdt. Dr. Daniel Nuhamara,M.Th. dkk. 2007. Pendidikan Agama Kristen di Perguruan
Tinggi Umum, Bandung : Bina Media Informasi
http://maknaartikel.blogspot.com/2010/01/budaya-akademik/survei.html
http://blogkita.info/budaya-akademik-2/
http://pustaka.wordpress.com/2007/01/06/48/
http://www.docstoc.com/docs/56994693/materi-agama-islam
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
http://prasetijo.wordpress.com/2009/05/11/pendekatan-budaya-terhadap-agama/
http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/04/17/pengertian-dan-tujuan-serta-
ruang-lingkup-ilmu-budaya-dasar/
http://renungan-harian-kita.blogspot.com/2009/06/iman-yang-tulus-ikhlas.html
http://renungan-harian-kita.blogspot.com/2010/03/gunakanlah-cara-kerja-tuhan.html
http://www.infogigi.com/Menghidupi-Firman-Tuhan-dalam-Dunia-Kerja.html
http://irfan-student.blogspot.com/2011/11/etos-kerja-dan-toleransi.html#.T1F67Xmz5mR
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/10/etos-kerja-definisi-fungsi-dan-cara.html
http://www.docstoc.com/docs/80805450/Pendidikan-Karakter-dan-Budaya-Bangsa